Manusia

Sunflower
2 min readJun 5, 2020

Hari ini, entah mengapa aku merasa bahagia sekali. Diberi hadiah buku, ditelepon oleh seorang sahabat, dan menelepon seorang kakak. Tidak seperti hari-hari yang lain, aku merasakan kebahagiaan yang maksimal. Sebagaimana hari-hari lain di mana aku merasakan kebahagiaan yang sangat menggebu, aku selalu merasa asing dengan perasaan ini.

Tidak mudah bagiku untuk bahagia.

Pernah suatu hari di mana aku dan keluargaku berada di mobil sedari pulang dari suatu tempat makan, aku bergumam “aku tidak pernah merasa seaman ini”. Lalu, terputar memori-memori masa lalu di mana hidup begitu sulit dan tidak aman bagiku. Air mataku menetes. Rasanya baru kemarin aku menangis tersedu-sedu sembari berharap hari esok akan datang, lalu tiba-tiba semuanya berlalu. Hidupku aman. Hidupku nyaman. Rasanya begitu bahagia. Keluargaku rukun.

Seseorang yang terbiasa hidup dengan rasa sakit memang akan merasa seasing itu dengan kebahagiaan. Rasanya sangat tidak familiar.

Orang-orang bilang, manusia secara alamiah menginginkan kesenangan dan pengalaman positif. Tapi, kaidah tersebut tidak berlaku untuk orang-orang yang sedari kecil dirundung kesedihan dan rasa sakit.

Tidak terbiasa jika diperlakukan baik. Tidak terbiasa dengan perasaan aman dan nyaman. Suatu hari, ketika ia merasa begitu senang, ia bertanya “apakah aku pantas mendapatkan semua ini?” Indeed, we don’t pursue happiness. We pursue familiarity.

Ini yang menjelaskan mengapa aku begitu dekat dengan orang-orang yang punya masa lalu yang serupa. Ini pula yang menjelaskan mengapa aku secara alamiah terikat dengan orang-orang yang memiliki kecemasan. This is the true nature of human. We don’t use logic.

But, one day, we must rethink for a second, then begin to prioritise the best thing for ourselves rather than familiarity.

Oya, you deserve good life.

--

--